Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
gambar banner

Faksi Amity

Entah sudah yang ke berapa kalinya aku harus menyemangati diriku sendiri di tengah-tengah membantu orang-orang dalam menuju kesuksesan mereka. Entah sudah berapa kali juga aku terjatuh dan takut untuk melangkah lebih jauh hingga akhirnya ku cukupkan berhenti jeda waktu yang tidak bisa dibilang sebentar.

Pada akhirnya, tidak tahu atas dasar karena apa aku memilih untuk berhenti dari tidur panjangku dan melanjutkan perjalananku. Pagi ini, aku merasa jenuh terhadap apa yang aku lakukan, aku banyak terdiam dan aku menyadari bahwa aku lelah untuk selalu terus-menerus diteror oleh hidupku sendiri, ditanya setiap teman-keluarga yang bertemu denganku tentang apa yang sudah aku mulai dihari kemarin dan kapan hal tersebut akan berakhir.

Sebenarnya hal yang paling aku takutkan mungkin adalah aku sendiri. Aku yang mulai luntur kepercayaan terhadap diriku sendiri. Aku yang belum bisa memaafkan diriku sendiri atas semua hal tidak baik yang pernah membuatku penasaran dan kulakukan. Beberapa waktu yang lalu aku memang pernah berkata aku belum akan melanjutkan perjalanan jika aku belum bisa menjadi aku yang "lebih baik". Dulu aku juga pernah mengalami hal kelam. Tapi aku merasa dulu aku lebih baik dari pada beberapa tahun terakhir ini.

Hanya saja aku tersadar. Aku tidak selamanya akan selalu menjadi buruk. Apalagi jika selalu membawa spion besar untuk mengenang "aku yang dulu" tanpa ada aksi nyata itu jauh lebih menyakitkan. Pada akhirnya aku timbul dari tenggelamku, bahwa meski aku pernah menjadi baik dan atau sekaligus pernah menjadi sangat buruk, Tuhan masih berbaik hati mengizinkan aku untuk memulai menjadi lebih baik dari sebelumnya dan aku harus memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan itu sebelum semuanya semakin terlambat.

Aku sadar, waktu tidak akan pernah berjalan mundur. Ia akan selalu berjalan meski hanya satu-dua detik, tapi ia terus berjalan, konstan, berbanding lurus dengan semakin menuanya kedua orang tuaku. Ketika umurku 21 tahun 2 bulan, aku memilih untuk "menggerecoki" istirahat kedua orang tuaku. Aku tidak peduli umur. Aku hanya ingin memeluk mereka karena selama ini aku selalu jauh dan merantau. Malam itu, aku memeluk Ibuku, yang saat ini sudah semakin menua dan rutin mengontrol kesehatannya di rumah sakit namun tetap cantik, pintar memasak, dan melankolis. Saat itu aku mencium rambut ibuku yang sudah beruban, aku menangis. Keesokan harinya aku memeluk ayahku yang sedang tertidur. Bahkan saat itu tanganku tidak dapat menjangkau tanganku yang lainnya. Ayahku bertambah gemuk dan juga semakin menua. Akhirnya yang terfikir olehku adalah, sebelum semuanya terlambat, demi mereka, aku harus menyelesaikan semua yang menjadi impian mereka. Aku harus memaafkan diriku sendiri atas apa yang sudah aku lakukan agar aku bisa berjalan dengan tenang dan sungguh-sungguh. Mungkin niat memang harus Lillahi ta'ala, tapi kedua Orangtuaku adalah permata hati-motivator dari apapun yang aku lakukan saat ini. For My Parents' sake, I'll through the pain and finish everything I have started yesterday.

Selama ini aku memang sungguh-sungguh dan masih menjaga api semangat di dalam hatiku, namun bukan untuk mereka melainkan sementara waktu belakangan ini ku habiskan api semangatku untuk hal lainnya (yang mungkin memang penting namun seharusnya tidak/jangan dulu menjadi prioritasku untuk saat ini). Kali ini tidak lagi. Ujianku kali ini adalah diriku sendiri yang ternyata selama ini adalah menjadi hal yang paling kutakuti dari hal-hal lain yang kutakuti. Mungkin benar adegan film Insurgent, dimana untuk membuka pesan rahasia, Faksi Amity adalah ujian terakhir yang mana pada saat itu merupakan ujian terberat bagi Tris dari sekian banyak ujian faksi yang sudah ia jalani; Dauntless, Candor, Erudite, dan Abnegation.

Aku harus memafkan diriku sendiri bahkan jika tidak ada lagi orang lain yang memaafkanku. Aku harus kuat, dan tidak takut dalam menghadapi sesuatu yang selama ini aku takuti. Aku harus bersabar atas proses yang harus kujalani. Aku harus bersungguh-sungguh. Aku pun tidak perlu khawatir atas hidupku di dunia. Aku hanya perlu menyerukan kekahawatiranku kepada Yang Maha Merencanakan. Ketika seseorang berusaha meraih dunia, maka ia akan mendapatkan dunianya. Namun ketika ia berusaha meraih akhirat, maka ia akan mendapatkan akhirat beserta dunianya. Man Jadda Wa Jada! *Bantulah mendoakanku ya pembaca tersayang, aku ingin melangkah dan segera merasakan perjalanan yang baru dan lebih membuat indah hidupku*. Terima Kasih, Muah! :)

Tulisan ini saya ikut sertakan ke dalam minggu tema #1minggu1cerita pada minggu ke 41 yang bertemakan tentang Konflik. Karena bagi saya, terlalu lama di zona nyaman juga tidak baik dan tentunya akan menimbulkan banyak konflik baru di dalam kehidupan, salah satunya adalah konflik batin untuk berdamai dengan diri sendiri. Terima kasih sudah membaca, silahkan tinggalkan jejak terbaik di kolom komentar ya :)


konflik
Doc. 1minggu1cerita.id
Karimah Iffia Rahman
Karimah Iffia Rahman Seorang ibu yang kini melanjutkan studi S2 jurusan Kebijakan Publik. Karya pertamanya yang berhasil diterbitkan berada dalam Buku Antologi Menyongsong Society 5.0. Sebagian pemasukan dari artikel berbayar pada blog ini disalurkan untuk pendidikan anak-anak yatim dan duafa. Untuk bekerjasama ataupun menjadi donatur pendidikan S2 yang sedang ditempuh, dipersilahkan menghubungi via iffiarahman@gmail.com

3 komentar untuk "Faksi Amity"

  1. Postingan tahun 2015, aku rasa seorang ibu Kafa sudah melalui banyak kejadian seru ya bu. Semoga di tahun-tahun berikutnya, hari-hari ibu Kafa semakin berarti dan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain *hughug

    BalasHapus
  2. Belom nonton aku mbak
    Semangat kita

    BalasHapus