Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
gambar banner

Kafabillah's GentleBirth Story

Kafabillah's GentleBirth Story
Kafabillah's GentleBirth Story

Genap bulan (36 weeks of pregnant)

Hampir setiap hari ada pertanyaan: udah ada rasa mules-mules belum? udah ada rasa linu-linu menjalar belum? udah ngeflek belum? sejenis itulah. Tapi semuanya ku jawab dengan belum.

Ya karena memang belum ada rasa-rasa mules kontraksi palsu dan sejenisnya. Ayahku pun memberikan do'a agar Baby K cepat lahir, do'a yang harus dibaca sebanyak 75x sambil mengelus-elus janin. Kadang kalau aku tak sempat, Mas Alfath yang membacakannya. Biasanya kami baca setelah sholat maghrib.

Memasuki genap bulan melahirkan aku semakin rajin sholat tepat waktu, karena salah satu perjanjian yang aku  dan Baby K sering bicarakan adalah lahir setelah ibu sholat, terutama sholat isya'. Intinya sih meminimalisir qodlo mengqodlo karena setelah itu ada masa nifas, takut lupa.

Selain itu, belajar dari persalinan mba djihan beberapa waktu lalu, di minggu ke-38, kami juga sudah menyiapkan telur ayam kampung, kopi hitam seperti yang bunda ajarkan. Selesai menulis jurnal kehamilan sampai trimester 3 di 38 weeks turning 39 weeks, tanda2 persalinan tak kunjung tiba.

39 weeks pun akhirnya tiba di hari selasa 4 desember 2018. Malam itu aku meminta suami untuk intimate time, tapi baru sampai treatment perineum massage, kami sudah mengantuk. Akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat. Bahkan perlak sehabis perineum massage belum sempat dirapikan ke tempat semula.

5 desember 2018


Pukul 3 pagi Aku terbangun saat tiba2 ada cairan yang rembes begitu saja dari jalan lahir sebanyak 3 kali. Untung saja masih ada perlak di kasur, jadi rembesan tersebut tidak tembus. Tidak berapa lama seperti ada cairan lagi yang keluar, akhirnya kuputuskan untuk membangunkan suamiku.

Saat dicek memang bening dan tidak berbau pesing, akhirnya kami menduga-duga bahwa itu adalah rembesan air ketuban. Tapi kami mencoba untuk rileks dan bersiap-siap untuk sholat shubuh.

Tiba-tiba rembesan itu kembali keluar dan saat di cek sudah bertambah tanda persalinan kedua yaitu flek atau noda darah. Aku semakin senang dan suamiku berkata, "sebentar lagi anaknya mau keluar".

Sedari pagi aku sudah mengabarkan pada keluargaku di Jakarta tentang keadaan ini.

Hari itu aku bersemangat sekali menyambut detik-detik kedatangan Baby K. Aku mulai membereskan rumah, tapi rembesan semakin sering. Aku lupa jika memang benar itu cairan ketuban seharusnya aku segera ke faskes terdekat untuk ditangani sebelum 12 jam.

Aku hanya ingat flek memang salah satu tanda persalinan, tetapi ada juga ibu hamil yang 3 hari atau 7 hari setelah flek baru melahirkan, jadi aku santai saja. Aku bahkan masih sempat melakukan prenatal gentle yoga bersama keponakanku Qirel.

Tiba-tiba bunda dan mba djihan datang ke rumah dan bertanya "sudah ada tanda2 (persalinan) kah?" baru akhirnya kami bilang kalau sudah ada rembes-rembes. Akhirnya setelah sholat dzuhur kami pergi membeli degan terakhir agar cairan ketuban Baby K tetap aman kemudian baru setelah air kelapa habis kami pergi ke klinik DS (klinik tempat persalinan yang kami tuju).

Setelah bercerita tentang "tanda-tanda persalinan" kepada bidan jaga, bidan tersebut bilang, "lho, sudah dari subuh rembesan ko baru datang kesini bu? kalau sudah pecah ketuban itu bayi harus dikeluarkan maksimal sebelum 12 jam". Jreng, jreng! Kaget sudah pasti. Tapi kami mencoba untuk tidak panik. akhirnya ... (auto bentuk dialog ya guys).

Aku (A): Terus gimana dong mba?
Bidan (B): Kalau dari jam 3 sampai sekarang berarti sudah mau 8 jam. Mestinya kesini  tadi pagi bu.

A: Memang kalau kesini tadi pagi gimana mba?
B: Ya kan bisa kami rujuk ke RS untuk USG cek kondisi air ketubannya. Ya sudah coba dicek dalam dulu ya bu.

Cek dalam atau VT adalah pengecekan bukaan jalan lahir melalui vagina yang dilakukan oleh provider. Rasanya kurang lebih seperti di pijat perineumnya, tapi kalau belum pernah pijat perineum pasti kaget dan rasanya (rasakan sendiri ya bumil, karena respon perasa setiap orang berbeda-beda).

B: belum ada bukaan bu. Gimana ini bu, sudah rembes, tapi belum ada bukaan.
Jreng, jreng! mendapatkan kejutan kedua.
B: udah ada rasa mules-mules belum bu?
A: belum.

B: (gesture provider mulai cemas). Jadi ibu mau langsung saya rujuk atau bagaimana bu? (melihat keadaanku yang masih baik-baik saja)
A: (berfikir) hmmmm, 12 jam ya mba, kalau sekarang berarti sisa berapa jam lagi?
B: 4 jam
A: yaudah kita tunggu aja mba (sambil melihat suami)

B: berarti nanti ibu kesini lagi ya jam 4 sore. Kalau belum ada perkembangan nanti kami rujuk ke rumah sakit
kontrol pun selesai, disela-sela bebenah aku masih penasaran soal USG, akhirnya...
A: mba, kalau usgnya di dokter praktek gak apa-apa kan? gak harus di rumah sakit kan?
B: iya mba gpp, kalau mau usg di dokter praktek juga boleh, tapi ga tercover
A: (okeeee i knewwwww *dalam hati*)

Akhirnya kami kembali ke rumah dan menyampaikan hasil konsultasi ke bunda dan mba djihan. Begitu pula kepada keluargaku di Jakarta. Sebenarnya semua sudah pasti cemas, cemas karena sudah rembes tapi ko belum ada bukaan, belum mules-mules juga, tapi tingkat kecemasan kami hari itu berbeda-beda.

Mas Alfath lebih banyak diam dan sigap (diminta beli ini itu sssiiiyaaap). Aku mencoba menenangkan diri, bertanya kepada salah satu teman mahmud-ku yang menjadi dokter tips jika sudah pecah ketuban, ia bilang jangan banyak gerak, akhirnya yang aku lakukan hanya tiduran di kamar dengan posisi seperti memakai peanut ball tapi bolanya diganti dengan bantal dan mendengarkan panduan hypnobirthing.

Tiba-tiba Bunda datang ke rumah dan bertanya dengan harap-harap cemas, "mba, itu bagaimana kalau belum ada bukaan?" aku dengan tenang (dalam hati sedih mau nangis) menjawab, "yaaa kalau gak di induksi ya di caesar, nda".

Tersedih saat menjawab seperti itu karena cita-cita adalah persalinan pervaginam secara spontan, tapi mau bagaimana lagi? memang intervensinya biasanya seperti itu kan?

Tapi Bunda juga mencoba menenangkan, "yasudah gpp mba, sekarang istirahat aja jangan banyak gerak, kalau pun memang harus di induksi atau caesar gak papa mba, yang penting semuanya sehat selamat". Nggeh, nda...

Hari itu sebelum kontrol 4 jam lagi, Kami mencoba menahan cairan ketuban dengan meminum air kelapa lagi :D (Gumoh, gumoh dah!). Gak nanggung-nanggung, minumnya sampe 2 kelapa utuh (yang sebelum periksa dan pas setelah periksa ditengah-tengah rintik hujan, Mas Alfath beli lagi 2 degan utuh, tapi aku hanya minum 1 karena omaigat perut adek sudah penuh sama cairan *LOL*)

Sambil beristirahat dan mendengarkan panduan hypnobirthing Bu Lanny Kuswandi, aku mencoba mengajak Baby K berbicara, menagih janjinya. Karena ia sudah berjanji untuk bersama-sama ibunya berjuang untuk persalinan pervaginam.

Detik-detik menuju jam 4 terasa lama sekali. Tidur pun jelas tidak bisa. Akhirnya aku membuka-buka kembali feed akun instagram Bidan Yesie tentang KPD (Ketuban Pecah Dini) dan jika terjadi KPD apa saja yang harus diupayakan.

Akhirnya setelah adzan ashar, aku bersiap-siap untuk kontrol kembali. Aku menyiapkan air hangat untuk mandi dan sebelum mandi aku melakukan gerakan yoga yaitu squat. Saat itu rasanya sedih sekali, squat sambil menangis karena mencoba tenang ditengah kepanikan. Setelah sholat ashar dan rapi, kami berangkat untuk USG di klinik KR.

Sebelum berangkat kami berpamitan dengan mba djihan dan bunda seperti pamitan seolah-olah sudah ada bukaan dan sudah mau bersalin.

Sesampainya di klinik sambil menunggu panggilan, tiba-tiba aku di telfon ayahku. Ayah membuyarkan kecemasanku dengan meminta tolong untuk dipesankan Gojek dari kantor ke rumah *LOL. Walau begitu ayah tetap menanyakan keadaanku.

Kemudian aku mohon doa restu dan sejenisnya serta menitipkan salam kepada keluarga agar disampaikan permohonan maaf dan permintaan doa restuku agar kelak persalinanku lancar. Terutama kepada Ibu. Sebelum menutup telfon ayah bertanya padaku,

Ayah: Ima sudah tau doanya kan?
Aku: doa yang mana? doa yang kemarin?
Ayah: Bukan
Aku: Yaudah ayah tolong baca, nanti ima rekam
Ayah: (Ayah membaca doa. Setelah selesai...) Udah ya, insya allah lancar. Jangan lupa yah, pesenin ayah Gojek. *LOL
Ayah kembali memberiku amalan doa persalinan, dibaca sebanyak mungkin. Telfon kami saat itu pun selesai setelah aku dipanggil untuk kontrol.

Di ruang pemeriksaan:
Karena tempat usg bukan tempat yang kami tuju untuk proses persalinan, maka akhirnya kami tidak bercerita di awal. Kami bertanya-tanya kepada bidan saat bidan mulai melakukan pengecekan.
Bidan: Dicek ya bu (bidan mulai melihat layar usg), cowok ya bu. Posisinya sudah bagus ini.
Aku: Beratnya berapa mba?
B: 3.2 kg
A: Wooaaawwww (terakhir usg beratnya masih 2.4 kg). Kondisi ketubannya gimana mba?
B: Bagus ko ini (dilayar ditunjukan angka 90%).

Selesai usg baru kami bercerita tentang kejadian hari ini, kemudian provider menjelaskan:

"Yah sebenarnya kalau ketuban sudah pecah jangan khawatir dulu bu. Karena selaput ketuban itu lapisannya banyak. Kalau mau dicek itu ketuban atau bukan bisa dengan kertas lakmus.

Lagian bu, rumah sakit gak bakal mau nerima rujukan ibu hamil yang masih cantik (keadaan saat itu emang keliatan kaya belum mau melahirkan, masih fresh fresh aja) walaupun di sana sudah tertulis ibu sudah pecah ketuban. Apalagi kalau ibu belum ada bukaan, gak bakal mau deh bu."

Ting! (seketika seperti ada lampu dikepalaku)

Sebenarnya dulu pernah baca di kontennya Bidan Yesie tentang KPD dan kertas lakmus ini, dulu juga sempet pernah mau beli. Tapi karena tidak bisa ecer dan harus 1 box padahal terpakainya hanya beberapa lembar, akhirnya kami mengurungkan niat untuk membeli kertas lakmus.

Bidan melanjutkan, "tapi ini karena sudah 12 jam, dan cek darah terakhir Hb ibu belum cukup, jadi ibu saya sarankan untuk cek darah dan saya beri antibiotik ya bu"
Aku: Oh, iya cek Hb ya. (terakhir Hb ku masih 9.8)
B: Iya
A: Nanti aja mba
B: Oyasudah berarti ini saya beri antibiotik aja ya
A: *setuju* (walaupun gak pernah diminum obatnya)

Akhirnya setelah membayar tagihan pemeriksaan, kami berangkat menuju klinik DS dengan keyakinan baru, kertas lakmus. Bidan jaga pun sudah berganti. Bidan kali ini membaca riwayat terlebih dahulu kemudian:

Bidan: lho, ibu sudah 12 jam ya?
A: iya mba, tapi saya mau di VT nya pakai kertas lakmus juga
B: iya tapi kan kalau rembes sudah pasti ketuban bu
A: pokoknya saya mau diceknya pakai kertas lakmus (eyel-eyelan)

B: (gesture bidan kesal) yasudah sebentar ya bu (bidan pergi mengambil kertas lakmus). Saya cek dulu ya bu. (Bidan mulai berfikir), hmmm ko ga berubah ya.
A: (alhamdulillah, girang dalam hati)

B: Bu, ini sudah saya VT, ini ibu sudah bukaan dua. Tadi juga kertas lakmusnya gak berubah, sepertinya bukan cairan ketuban, hanya rembesan air biasa. Sudah ada mules-mules belum bu?
A: Belum

B: Yasudah gpp, sementara ini ibu boleh kembali dulu ke rumah, nanti kalau sudah ada rasa mules-mules ibu kesini lagi aja. (Bidan mulai berkemas, pemeriksaan mau selesai)
A: anu mba, saya mau cek Hb
B: (Bidan kembali mengecek buku pink untuk melihat riwayat Hbku). Oyasudah ibu nanti langsung ke lab saja ya bu.

Setelah dicek kadar Hbku meningkat menjadi 11.9. Alhamdulillah, perjuangan mengatrol Hb dengan kurma, nanas, buah naga, hati sapi, dan sayur bayam terbayarkan sudah. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, Kami pun pulang dengan bahagia. Ketuban aman...

Kami kembali ke rumah dan menyampaikan hasil kontrol. Semua yang tadinya cemas menjadi agak lega sejenak. Setelah makan malam bersama kami mulai bergantian untuk sholat maghrib. Setelah maghrib kontraksi pun mulai muncul. Rasa mules-mules tapi masih bisa kutahan saat Mules yang kurasa berjarak 30 menit.

Memasuki isya aku buru-buru sholat dan mulai memakai birthing ball atau gymball untuk mengelola tingkat kesakitan dari kontraksi yang aku rasakan. Tapi rasanya tidak senyaman yang aku rasakan ditambah saat itu keponakanku mengajak bermain *LOL, akhirnya aku memilih untuk tidur agar ia juga pulang ke rumah dan tidur. Maafin tante yaa :D

Mules-mules sudah mulai berjarak 15 menit sekali. Kami menggunakan Contraction Timer untuk menghitungnya. Lama kelamaan mulai berjarak menjadi 10 menit, 8 menit, 7 menit.

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Aku masih di rumah tapi bunda memintaku untuk kembali ke klinik. Akhirnya sebelum pergi ke klinik, karena sebelumnya sudah pembukaan 2, maka bunda memintaku untuk meminum segelas kopi hitam dan sebutir telur ayam kampung yang dimasak setengah matang.

Gunanya kopi hitam agar tidak ngantuk saat proses persalinan berlangsung, dan telur ayam kampung adalah untuk energi saat persalinan.

Sesampainya di klinik DS kami langsung menuju ruang bidan dan bertemu dengan bidan penanggung jawab yang akan menjadi bidan penolong persalinanku. Ternyata baru pembukaan 2 longgar 3.

Akhirnya bidan masih memperbolehkanku untuk kembali ke rumah karena waktu tempuh antara rumah dengan klinik hanya selama 5 menit. Bidan tersebut mengajarkanku untuk bernafas yang benar saat kontraksi datang dan mengingatkanku untuk tidak merintih, karena proses persalinan alami bukan lah sesuatu yang menyakitkan.

Selain itu beliau mengingatkanku untuk rileks agar hormon oksitosinku keluar sehingga proses persalinanku menjadi lebih singkat. Ting! aku dan Mas Alfath berfikiran sama, menonton doraemon sesampainya di rumah.

Tapi ternyata menonton doraemon tidak membuatku bisa tertawa dengan mudah. Mas Alfath bisa, tetapi aku tidak. Akhirnya kami memutuskan untuk tidak menonton.  Aku berbaring di kasur hitam tempat aku biasa nderes dengan posisi miring ke sebelah kiri sambil meringkuk.

Aku sudah tidak mengecek kontraksiku berjarak berapa menit di aplikasi. Yang aku inginkan saat itu hanya air hangat dibagian yang terasa sakit agar rasa sakitnya tidak terlalu terasa. Akhirnya Mas Alfath menyiapkan air hangat.

Setiap kontraksi datang, aku minta tolong untuk dikompres, setelah reda, aku kembali tertidur. Begitu terus dalam beberapa kali kontraksi sampai akhirnya ayahku mengirimkan pesan via SMS kepada Mas Alfath untuk sholat hajat dan sebagainya.

Ketika ia sholat jelas tidak ada yang membantuku untuk mengompres bagian yang sakit dengan air hangat. Saat itu aku mulai merasa ingin mengejan, tapi aku tahan. Beberapa kali kontraksi selalu seperti ingin mengejan.

Akhirnya aku tidak kuat menahan rasa ingin mengejan dan aku mengejan, tiba-tiba pyok! Kali ini ketubanku benar-benar pecah. Aku langsung memanggil Mas Alfath dan memberitahunya bahwa ketubanku sudah pecah. Mas Alfath langsung memberitahu Bunda dan Mas Maskur. Kemudian kami bersiap ke klinik DS, jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Aku langsung dibawa ke ruang bersalin.

Bidan penolong langsung mengecek jalan lahirku dan bukaanku hampir lengkap. Bidan bilang kalau sudah ingin mengejan langsung bilang saja mba. Akhirnya beberapa kali disemangati, dan distimulus agar kontraksiku cepat datang, aku mencoba mengejan. 

Karena baru pertama kali mengejan, aku bingung mengejan yang baik dan benar itu seperti apa. Di dalam ruang bersalin juga aku mulai kelelahan karena setiap kali kontraksi datang, justru nafas untuk mengejanku tidak panjang.

Akhirnya aku sempat tertidur tapi tidak lama, karena setiap kontraksi datang aku harus bersiap-siap mengatur nafas untuk mengejan. Dan setiap kali jeda kontraksi, bidan menyemangatiku dan mengingatkan Mas Alfath untuk tetap memberiku air minum agar aku terhidrasi.

Rasanya lelah sekali seperti kehabisan tenaga tetapi harus punya tenaga. Apalagi saat Baby K sudah mulai crowning. Aku harus berusaha lebih keras, mbuh piye carane poko e kudu metu.

Setelah beberapa kali mengatur nafas dan mengejan, dan bidan meminta ijinku untuk melakukan episiotomi, akhirnya aku mengatur nafas sebisa dan sekuat yang aku bisa sebanyak 5 kali tarik-sambungan nafas untuk mengeluarkan Baby K.

Finally! aku mendengar tangisan bayi dan tangisan bahagia dari suamiku. Alhamdulillah, pukul 3.57 WIB hari Kamis Kliwon tanggal 6 Desember 2019 anakku lahir dengan persalinan pervaginam secara spontan dengan BB 3.5 kg dan TB 49 cm. Masya Allah tabarokallah...

Bidan langsung memotong tali pusar Baby K dan memberinya kain bedong dan peci rajut yang sudah kami siapkan. Kemudian Baby K langsung diletakkan di dadaku untuk Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sambil di adzan dan di iqomah kan oleh Mas Alfath, ayahnya. 

Setelah selesai iqomah, Mas Alfath keluar ruangan dan sungkem pada Bunda. Kehadiran Baby K menjadikan kami terlahir kembali, ia sebagai Ayah, aku sebagai Ibu. Begitu juga dengan semua anggota keluarga. Alhamdulillah, akhirnya yang dinanti-nanti, yang ditimang-timang di dalam lahir selama 39 minggu 2 hari terlahir sudah.

Kami beri ia nama Kafa dengan nama lengkap Muhammad Kafabillah 'Amary. Semoga tumbuh sehat, bahagia, ceria, dan menjadi anak sholih yang membahagiakan orang tua, keluarga serta bermanfaat bagi sesama ya, Nak.

Begitulah kurang lebih kisah persalinan Kafa. Semoga bermanfaat dan bisa menyemangati para calon ibu dan para ibu hamil yang sedang menantikan buah hatinya untuk tetap semangat memberdayakan diri, sabar, ikhlas dan berserah diri.

Usaha tidak akan menghianati hasil, tetapi ingat, hasil akhir adalah kuasa Tuhan. Wallahu a'lam.
Karimah Iffia Rahman
Karimah Iffia Rahman Seorang ibu yang kini melanjutkan studi S2 jurusan Kebijakan Publik. Karya pertamanya yang berhasil diterbitkan berada dalam Buku Antologi Menyongsong Society 5.0. Sebagian pemasukan dari artikel berbayar pada blog ini disalurkan untuk pendidikan anak-anak yatim dan duafa. Untuk bekerjasama ataupun menjadi donatur pendidikan S2 yang sedang ditempuh, dipersilahkan menghubungi via iffiarahman@gmail.com

3 komentar untuk "Kafabillah's GentleBirth Story"

  1. Setuju kak, usaha tidak akan menhianati hasil, yakin saja semua yang terjadi adalah dari campur tangan Yang Maha Kuasa :)

    BalasHapus
  2. Jadi pingin punya bayi lagi 😳

    BalasHapus