Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
gambar banner

Lokakarya Jiwa Academy; Terbitkan Ceritamu Menjadi Buku!

Sore itu menjelang buka puasa bersama di PAUD tempat keponakanku bersekolah, aku mendapatkan sebuah broadcast dari salah seorang temanku yang berjudul Find The Autor in You, Lokakarya Kepenulisan "Terbitkan Ceritamu Jadi Buku" di sebuah whatsapp group (WAG) Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) yang aku ikuti sejak beberapa tahun silam. Temanku mendapatkan informasi tentang acara tersebut dari grup beasiswa LPDP angkatannya dan ia mengajak anggota WAG, barang kali ada yang berminat... ucapnya kala itu.

Sedetik kemudian setelah membaca info tersebut aku tertarik dan mencoba menghubungi narahubung. Narahubung saat itu berkata kuota untuk peserta terbatas, jika berminat segera mendaftar pada tautan yang ia kirimkan nanti akan ada balasan dari narahubung apabila kuota masih tersedia.

Sebenarnya aku sempat ragu untuk mendaftar karena aku memiliki seorang anak yang saat itu masih berusia 5 bulan. Aku sempat berfikir, nanti kalau aku ikut acara ini, anakku bagaimana ya... Namun karena acaranya juga gratis. Ah tidak perlu berfikir terlalu lama dan berdiskusi dengan suami, saat itu yang aku lakukan adalah mendaftar terlebih dahulu. Baru setelah mendaftar dan mendapatkan sms konfirmasi dan apa saja yang perlu dibawa saat hari H, aku bercerita kepada suamiku bahwa aku akan ada acara di Yogyakarta tanggal 18 Mei 2019. Acara menulis.

Kami memang sempat kebingungan karena tepat saat itu suamiku harus mengerjakaan pesanan kayu-kayu buyer kami. Namun setelah pillow talk cukup lama, akhirnya kami sepakat untuk mengurus acara kami masing-masing. Aku pergi bersama bayi mungilku dan suamiku bekerja.

Beberapa hari sebelum acara, aku selalu berupaya untuk bicara kepada anakku tentang acara yang akan kami datangi agar ia tenang dan anteng selama acara berlangsung, bisa diajak bekerja sama selama berpergian hanya berdua denganku.

Akhirnya hari H tiba.

Setelah sahur dan sholat shubuh kemudian dilanjutkan tadarus, kami berdua memutuskan untuk beristirahat sebentar. Tiba-tiba suamiku membangunkanku dan menanyakan kepadaku tentang acara yang harus kudatangi karena waktu acara dimulai hanya tinggal 1 jam lagi. Sedangkan aku belum bersiap.

Aku yang berencana memakai moda transportasi ojol (ojek online) untuk berangkat ke Jogja hari itu merasa kesal karena selama beberapa kali memesan tidak mendapatkan pengemudi sama sekali. Malah bis antar kota yang berjalan ugal-ugalan yang tiba-tiba ada di depan rumah. Ya sudahlah, kami berangkat ke Jogja bersama penumpang lainnya dengan bis antar kota yang supirnya sepertinya sudah lelah sehingga mengemudi sangat cepat, ugal-ugalan tapi handal *LOL

Entah kenapa hari itu semesta seperti mengamini doaku. Di dalam bis, aku yang hari itu tidak membawa gendongan kaos (geos) dan malah membawa jarit, tiba-tiba diajari kembali memakai jarit yang (lebih) baik dan benar daripada yang sebelumnya aku terapkan oleh mbah putri yang duduk diseberang bangkuku. Katanya aku memakai jarit terlalu kencang. Meskipun begitu anakku tetap anteng. Karena ini perjalanan pertama hanya aku dan anakku, kami mengambil foto untuk mengenangnya. Kemudian hampir semua penumpang di dalam bis mendoakan kami dan mengingatkanku untuk berhati-hati karena membawa bayi. Alhamdulillahnya setelah turun dari bis, tidak seperti sebelumnya, aku langsung mendapatkan pengemudi ojol dengan cepat tanpa harus menunggu terlalu lama.

Kami sampai di Fakultas Ilmu Budaya UGM setelah setengah jam dari acara dimulai. Walau telat, namun aku beruntung karena acara belum dimulai terlalu jauh. Bahkan acara inti belum dimulai. Dan ternyata setelah registrasi, aku seperti kembali menemukan momen dimana semesta mendukungku hari itu ketika aku melihat ke sekeliling ruangan lokakarya dan mataku beradu dengan sosok temanku yang perkenalan kami bermula dari sebuah komunitas lingkungan. Dia juga lah yang menyebarkan broadcast lokakarya ini. Mengetahui ada Mas Daus duduk di barisan belakang, aku langsung menghampirinya dan mengambil tempat di sebelahnya. Seperti umumnya teman lama yang baru jumpa, banyak hal yang kami bicarakan termasuk tentang obat dermatitis yang saat itu harus dikonsumsi oleh anakku untuk kesembuhannya mengingat Ia adalah seorang apoteker. Dan ternyata temanku juga dikagetkan oleh kehadiran temannya yang lain yaitu Bu Patricia.

Lokakarya berlangsung sangat komunikatif, singkat, padat, dan jelas serta menyenangkan bagiku karena waktunya relatif sebentar daripada lokakarya yang sebelumnya pernah aku ikuti. Pemateri menyampaikan materi dengan lugas dan kemudian memberikan tugas kepada setiap peserta untuk memilih beberapa tema tulisan yang sudah ditentukan dan membuat tema tersebut ke dalam sebuah tulisan minimal 2000 kata yang ternyata tugas tersebut bisa diteruskan di rumah. Yang artinya tidak bawa laptop pun tidak apa-apa, karena jujur hari itu yang membuatku sempat kebingungan adalah aku harus membawa laptop dan segala printilan peralatan bayi, belum lagi dengan peralatanku. Tau gitu ya kan.....

Walau begitu aku tetap bersyukur karena aku hanya membawa laptop dan tidak jadi membawa stroller *LOL. Selain itu, selama acara berlangsung anakku anteng, 85% persis seperti yang aku afirmasikan jauh-jauh hari kepadanya. Dan yang aku syukuri lainnya, jika saat itu pun aku tidak bisa fokus mencatat materi karena harus menggendong anakku, panitia berbaik hati mengirimkan materi dan dokumentasi hari itu via email kepada setiap peserta.

Ketika diminta memilih beberapa tema dari 4 tema yang ada, jujur bagiku temanya cukup berat karena saat itu bagiku terasa tidak ada yang nyantol dengan backgorundku selama ini. Aku sempat berfikir, aku harus menulis apa dengan tema seberat ini. Tetapi aku melihat sebuah celah dimana keseharianku akhir-akhir ini bisa masuk dalam salah satu tema dan yah sepertinya layak aku tulis.

Setelah memilih tema, walau sudah ada grup whatsapp, kami diberitahu panitia akan ada grup whatsapp sesuai tema yang telah diberi dan ada deadline untuk setiap naskah yang diajukan untuk direvisi beberapa kali sampai layak dipilih untuk diterbitkan. Jika lewat dari tenggat waktu yang telah ditetapkan panitia, secara otomatis ada seleksi alam bagi yang mengikuti deadline ataupun yang tidak.

Acara pun usai saat jam makan siang. Namun karena saat itu sedang bulan Ramadan, maka peserta dan panitia saling berpamitan setelah dirasa cukup puas mengabadikan momen lokakarya ini. Aku yang saat itu belum dijemput oleh kakakku yang kebetulan sedang di Jogja akhirnya memutuskan untuk sholat terlebih dahulu di masjid fakultas. Untungnya Mas Daus masih bersedia menemaniku dan kami bergantian membawa anakku ketika salah satu diantara kami shalat. Setelah kakakku datang, tak lama Mas Daus pun berpamitan.

Sesi Editing Pertama
Pagi itu setelah sahur, aku memulai menuliskan naskah yang akan aku kirim. Karena aku waktu itu benar-benar tidak tahu jika tulisan ini akan dikemas dalam bentuk jurnal populer atau esai, maka aku menulis seperti layaknya aku menulis di blogku *LOL. Andai aku tahu pun tentu naskah yang ingin aku kirimkan adalah tulisanku yang memang berupa jurnal populer bukan yang berbentuk curhat *LOL. Tetapi ah yasudahlah, takdirnya kok ya :D

Ketika anakku menangis, mau tak mau aku menulis sembari menyusui anakku yang sebenarnya masih mengantuk. Aku sengaja menyelesaikan sesi ini sebelum mudik karena di depan dahiku terpampang jadwal mudikku kali ini yang begitu panjang. Mulai dari mudik ke Samarinda - berlibur ke Balikpapan - kembali ke Samarinda - kemudian ke Jakarta - dilanjutkan dengan ziarah Wali Songo Plus Ziara ke Makam Aulia lainnya - ikut Mubes Forsima di Bali - dan kembali ke Magelang setelah Ziarah ke Tebu Ireng ke Makam Gus Dur. Sesuatu bukan....

Mudik pun tiba dan Sesi Editing Kedua muncul
Sesi ini muncul ketika aku masih berada di Balikpapan dan aku tidak membawa laptopku selama mudik karena beban bagasiku sudah berlimpah untuk mudik selama itu. Untungnya aku berada di tim yang bagiku editor kami sangat sopan dalam mengedit naskah kami. Gaya bahasa mengeditnya tidak lantas memati padamkan semangat menulisku yang naskah awal adalah ya seperti ini, gaya bahasanya curhat banget, aku kamu, eyd tabrak sana sini dan sejenisnya *LOL. Editor memberi masukan yang sekali lagi aku bilang tidak memati padamkan semangat menulis karena editor memberikan masukan berupa contoh sehingga gaya tulisanku pada akhirnya berubah total untuk naskah yang satu ini. Aku dan editor sama-sama senang karena di dalam email kami berkomunikasi dan ia senang dengan perubahan penulisanku yang menurutnya signifikan. Aku pun senang karena ia mengedit tidak seperti mengajak baku hantam, misal: apa ini? kayanya mending ga usah deh, kurang jelas dibagian ini. Karena bahasanya tidak seperti contoh tadi, maka aku pun semangat merevisi naskahku. Hanya saja saat itu aku masih mudik dan aku sampaikan kepadanya bahwa sesampainya di Magelang revisi akan aku kerjakan. Pasti.

Sesi Editing Ketiga
Sesi ini adalah sesi terakhir dari pengumpulan naskah yang sudah direvisi. Sebenarnya aku mengumpulkan 2 naskah, hanya saja karena banyak faktor akhirnya hanya 1 naskah yang aku kerjakan sesuai deadline. Setelah sesi ini, aku tidak tahu apakah tulisan yang masuk ke revisi terakhir pasti diterbitkan atau tidak karena ketika ada kabar bahwa naskah sudah masuk ke penerbit pun aku tidak tahu penulis mana saja yang naskahnya lolos untuk diterbitkan. Jika saja waktu itu aku tahu naskahku lolos, mungkin saat endorsment naskah aku akan turut mengajukan beberapa nama petinggi yang aku kenal selama aku menjadi first jobber di Ibukota. Tetapi nyatanya aku tidak tahu dan aku pun diliputi perasaan penasaran. Walaupun aku penasaran, tetapi hal tersebut tidak lantas menjadikanku untuk berani bertanya kepada yang mengetahui *LOL

Hanya saja karena saat mengerjakan naskah ini aku berusaha untuk tidak banyak berharap seperti sebelum-sebelumnya ketika aku mengikuti lokakarya di lain waktu. Jadi ketika tidak diterbitkan ke dalam sebuah buku pun aku sudah menyiapkan mental untuk tidak berkecil hati karena sebelumnya sudah pernah *LOL

Namun ternyata diluar dugaan, ketika salah satu panitia mengunggah desain buku dan disana terpampang namaku, aku seperti tidak percaya. Finally my one of bucket list checked!!!!

Kabar bahagia ini pertama kali aku sampaikan kepada keluargaku di Jakarta dan Samarinda. Alhamdulillah, ternyata naskahku, naskah pertamaku yang membahas tentang parenting justru menjadi naskah yang pertama kali dipublikasikan dan diterbitkan ke dalam sebuah Buku Antologi yang kata pengantarnya berasal dari Bapak Rudiantara, S.Stat., MBA yang mana saat buku ini terbit beliau menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Menyongsong Society 5.0, itulah judul buku pertama yang dari sekian banyak tulisan, ada tulisanku di dalamnya.



Karimah Iffia Rahman
Karimah Iffia Rahman Seorang ibu yang kini melanjutkan studi S2 jurusan Kebijakan Publik. Karya pertamanya yang berhasil diterbitkan berada dalam Buku Antologi Menyongsong Society 5.0. Sebagian pemasukan dari artikel berbayar pada blog ini disalurkan untuk pendidikan anak-anak yatim dan duafa. Untuk bekerjasama ataupun menjadi donatur pendidikan S2 yang sedang ditempuh, dipersilahkan menghubungi via iffiarahman@gmail.com

9 komentar untuk "Lokakarya Jiwa Academy; Terbitkan Ceritamu Menjadi Buku!"

  1. subhanallah mba. kerja keras memang tidak akan mengkhianatai hasil. salut. saya jadi ingat cerita mba ngedit sambil nyusuin, saya juga pernah ngalamin waktu si bungsu usia 3 bulan, menyusui sambil menggambar (hand drawing) ngerjain deadline illustrasi tshirt distro utk klien langganan saya selma 5 tahun terakhir. semangat mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyaa mbaa bener, sesuatu banget kan ngedit (gambar ataupun nulis) sambil menyusui wkwkwk... senangnya jadi ibu

      Hapus
  2. Masya Allah anaknya anteng banget yah mba padahal msh kecil gak rewel dibawa ke pertemuan 😊 btw semoga sukses selalu jadi penulis 😇

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mom, alhamdulillah anaknya dari kecil gitu-gitu aja, bisa diajak kondusif kalo diajak ke forum forum...

      Hapus
  3. Menyenangkan sekali Mbak, pengalaman belajarnya.... Enak ya bisa belajar langsung sekaligus mengerjakan, jadi lebih nempel pasti ilmunya. Editornya juga sabar bangeett....

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mba bener, alhamdulillah sampai sekarang ilmunya kepakai dan manfaat. editornya memang benar2 sabar...

      Hapus
  4. Seru ya keren. senang banget pasti rasanya. Sekarang masih suka ikutan nulis antologi mba ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah masih mba, yang kedua insya Allah doanya biar dipermudah proses dan rilisnya...

      Hapus
  5. MasyaAllah. Tantangan banget emanggg. Untung kaffa anteeng yaa pinterrr. Aku kalo kek gini udah kepikiran rempongnya dluan ujung2nya anak jadi alasan. Hiks. Maluuu sama ibu kafa mahh

    BalasHapus